MENTERI PPPA: CEGAH STUNTING DIMULAI DARI POLA PENGASUHAN ANAK YANG BAIK

MENTERI PPPA: CEGAH STUNTING DIMULAI DARI POLA PENGASUHAN ANAK YANG BAIK

Siaran Pers Nomor: B-144/SETMEN/HM.02.04/03/2022

Jakarta (18/3) –  Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA), Bintang Puspayoga mengingatkan pentingnya orangtua memberi perhatian pada tumbuh kembang anak dalam masa emasnya yaitu 1.000 hari pertama kehidupannya sejak dalam masa kandungan. Menurut Menteri PPPA, salah satu isu dari kegagalan tumbuh kembang anak adalah stunting yang bersumber dari pola asuh, pola makan yang kurang baik dan sanitasi yang kurang layak.

“Salah satu isu tumbuh kembang anak usia dini yang menjadi prioritas Pemerintah saat ini adalah stunting. Penurunan stunting di Indonesia dalam 8 tahun terakhir ini (2013-2021), masih berada di angka 2,0%. Khususnya tahun 2021, angka stunting adalah 24,4%. Padahal target RPJMN adalah penurunan sebesar 14%, atau 2,7% pertahun. Untuk itu kita perlu melakukan terobosan dalam mendorong ketepatan intervensi baik intervensi gizi spesifik maupun intervensi gizi sensitif,” ungkap Menteri PPPA dalam Webinar Nasional Cegah Stunting Untuk Generasi Emas Indonesia secara virtual pada (17/3).

Data Studi Status Gizi Indonesia 2021 menunjukan, dari 34 Provinsi di Indonesia, yang mendapat kategori baik hanya 1 provinsi saja, yakni Provinsi Bali. Stunting itu sendiri menurut Menteri PPPA  bersumber dari pola asuh, pola makan yang kurang baik dan sanitasi yang kurang layak. Rendahnya kualitas pola asuh berkaitan dengan ketidaksiapan menjadi orang tua.

“Di balik situasi gizi buruk tersebut terdapat fenomena sosial yang begitu menentukan tetapi ternyata justru kurang diperhatikan yaitu rendahnya kualitas pengasuhan. Pengasuhan yang buruk salah satunya dipicu oleh perkawinan usia anak. World Health Organization (WHO) menyebutkan, bahwa salah satu masalah stunting adalah karena tingginya pernikahan dini. Di samping resiko melahirkan bayi stunting, perkawinan anak sesungguhnya juga merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak. Perkawinan anak, baik itu anak laki-laki maupun perempuan, adalah salah satu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Untuk menyelesaikan isu-isu tersebut, diperlukan komitmen, sinergi, dan kerjasama lintas sektor dalam mencegah perkawinan anak,”ujar Menteri PPPA.

“KemenPPPA telah mengembangkan berbagai kerja bersama lintas sektor. Kami telah mencanangkan Gerakan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak (Geber PPA) dan secara langsung mengawal penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) untuk Pencegahan Perkawinan Anak. KemenPPPA juga secara khusus menandatangani perjanjian kerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Pendewasaan Usia Perkawinan Anak untuk Peningkatan Kualitas Hidup Sumber Daya Manusia (SDM). Upaya strategis lainnya adalah mengawal pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Dispensasi Kawin sebagai turunan Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.” ujar Menteri PPPA.

Lebih lanjut, Menteri PPPA menjelaskan KemenPPPA telah mengeluarkan sejumlah kebijakan dan program, dengan 4 (empat) sasaran strategis yaitu: (1) melalui Keluarga KemenPPPA membentuk Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA); (2) melalui Anak KemenPPPA membantuk dan melibatkan Forum Anak (FAN) sebagai Pelopor dan Pelapor (2P); (3) melalui masyarakat KemenPPPA mengembangkan kampung model pencegahan stunting pada anak balita yang disebut dengan Kampung Anak Sejahtera (KAS); (4) memastikan Fasilitas Pelayanan Kesehatan menjadi ramah anak melalui Pelayanan Ramah Anak (PRAP) di puskesmas.

Di kesempatan yang sama, Presiden Republik Indonesia ke-5, Megawati Soekarnoputri menuturkan harapannya untuk Indonesia menjadi negara yang dapat bersaing dengan negara-negara maju lainnya. Cita-cita mulia dapat terwujudkan ketika anak-anak Indonesia secara menyeluruh cerdas dan sehat lahir dan batin. Hal tersebut dimulai dari peran perempuan sebagai ibu di dalam keluarga untuk memberikan pengasuhan yang baik dan layak kepada anak, terutama pada penanganan dan pencegahan stunting.

Sinergi dan kolaborasi lintas sektor dengan berbagai macam stakeholder dan pengampu kepentingan mutlak dilakukan untuk memberikan jaminan anak mendapatkan pengasuhan yang berkualitas, dengan adanya pola asuh gizi yang baik serta tersedianya sanitasi yang layak.

“Saya selalu optimis dan percaya bahwa percepatan penurunan stunting akan tercapai asalkan ada sinergi dan kolaborasi lintas sektor, baik itu bersama dengan K/L, pemerintah daerah, dunia usaha, lembaga masyarakat, media, akademisi, maupun masyarakat secara umum merupakan kekuatan besar bagi bangsa ini dalam menurunkan angka stunting nasional.  Bersama-sama, kita semua bisa cegah stunting untuk mewujudkan generasi emas Indonesia, menuju cita-cita Indonesia Layak Anak (IDOLA) Tahun 2030 dan Indonesia Emas Tahun 2045,” tutup Menteri PPPA.

 

 

 

BIRO HUKUM DAN HUMAS

KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

DAN PERLINDUNGAN ANAK

website : www.kemenpppa.go.id