MENTERI PPPA DORONG UPAYA KESETARAAN AKSES ENERGI BAGI PEREMPUAN PEDESAAN

MENTERI PPPA DORONG UPAYA KESETARAAN AKSES ENERGI BAGI PEREMPUAN PEDESAAN

Siaran Pers Nomor: B-146/SETMEN/HM.02.04/03/2022

Jakarta (19/3) – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, mengajak semua pihak untuk dapat bersama-sama melakukan upaya dalam rangka meningkatkan partisipasi dan kepemimpinan perempuan di sektor energi. Menteri PPPA memandang bahwa perempuan merupakan pendorong utama dalam transisi energi. Oleh karena itu, kesetaraan dalam mengakses energi bagi perempuan akan memberikan dampak positif bagi bangsa Indonesia.

“Kita perlu memastikan perempuan bisa mengakses energi yang bersih, terbarukan, dan terjangkau, sehingga nantinya akan menciptakan dampak positif bagi lingkungan sekitarnya. Hal ini juga akan mendorong pemberdayaan ekonomi, meningkatkan kesehatan keluarga, dan memungkinkan anak-anak untuk mendapatkan kesehatan dan pendidikan yang lebih baik,” ujar Menteri PPPA, dalam acara CSW 66 Side Event dengan tema “Energy Transition and Rural Women”, yang merupakan kerjasama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Kongres Wanita Indonesia (Kowani), W20 Indonesia Presidency, dan UN Women Indonesia, pada Kamis (17/3) secara virtual.

Menteri PPPA menambahkan, permasalahan yang ada saat ini yaitu meski hampir separuh penduduk Indonesia dan dunia adalah perempuan, partisipasi mereka di sektor energi terbarukan masih sangat kurang.

Badan Pusat Statistik pada Februari 2021 melaporkan bahwa proporsi perempuan usia kerja yang berpartisipasi dalam angkatan kerja hanya 54 persen, dibandingkan dengan laki-laki, yaitu sebesar 82 persen. Sementara, data Badan Pusat Statistik pada tahun 2020 juga menunjukkan bahwa hanya 29 persen perempuan yang memiliki ijazah pendidikan tinggi di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika. Kemudian, ditambah juga dengan adanya glass ceiling effect (batasan bagi kaum perempuan untuk maju) yang semakin mempersulit perempuan untuk mencapai posisi pengambilan keputusan teratas.

“Ke depannya, kita harus bekerjasama untuk mendorong kepemimpinan perempuan di sektor energi terbarukan, dengan meningkatkan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja, khususnya di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika. Menciptakan tempat kerja yang ramah perempuan, memecahkan glass ceiling, dan melanjutkan upaya pengarusutamaan gender di segala bidang pembangunan. Kita juga harus memastikan bahwa kebijakan dan aksi dalam transisi energi dapat melibatkan dan memberikan manfaat bagi perempuan dan anak perempuan,” tegas Menteri PPPA.

Menteri PPPA menambahkan, Indonesia saat ini sedang menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Energi Terbarukan. RUU ini masuk dalam daftar prioritas legislatif nasional dan diharapkan segera disahkan tahun 2022. Dalam penyusunannya, Pemerintah Indonesia akan melakukan yang terbaik untuk memastikan bahwa isu-isu gender diakomodasi ke dalam rancangan tersebut.

Giwo Rubianto, Ketua Umum Kowani, menyampaikan bahwa energi merupakan suatu hal yang penting dalam pembangunan, dan perempuan memainkan peranan penting sebagai agen perubahan, serta pembuat keputusan.

“Pemberdayaan perempuan adalah sesuatu yang sangat penting dan harus didukung agar perempuan memiliki kemudahan dalam mengakses energi, sehingga nantinya kita bisa mencapai keberhasilan dalam melakukan transisi energi. Terutama bagi perempuan di pedesaan yang tidak terlalu bisa mendapatkan akses informasi dan pendidikan. Kita harus bisa menjembatani hal tersebut dengan memfasilitasi pendidikan mereka, serta meningkatkan pelibatan mereka dalam transisi energi ini,” ujar Giwo.

Asa Regner, UN Assistant to Secretary-General and Deputy Executive Director UN Women, menyampaikan bahwa perempuan perlu diberikan akses untuk terlibat dalam transisi energi. “Memberikan perempuan akses kepada energi terbarukan, akan memberikan kesempatan bagi perempuan untuk mencapai pemberdayaan ekonomi, serta memberikan perempuan kesempatan untuk dapat terlibat dalam pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan sekitarnya. Namun masih terdapat banyak tantangan bagi perempuan untuk mengakses energi berkelanjutan, terutama kurangnya pendidikan dan pelatihan,” ungkapnya.

Gotelind Alber, Co-founder and Board Member of the GenderCC-Women for Climate Justice menjelaskan tentang salah satu isu di sektor energi yaitu adanya keterbatasan keterwakilan perempuan, karena sektor ini sangat didominasi oleh laki laki, dan kemudian berdampak pada kemiskinan perempuan.

“Untuk mendukung perempuan, tidak cukup dengan hanya memberikan pelatihan, namun juga kesempatan bagi mereka untuk membangun usaha,” ujarnya. Gotelind Alber kemudian memberikan sejumlah rekomendasi antara lain, dengan memberikan komitmen penuh untuk memperhitungkan aspek gender dalam pembuatan berbagai kebijakan dan pelaksanaannya.

Lenny N. Rosalin, Deputi Bidang Kesetaraan Gender, KemenPPPA mengatakan bahwa upaya bersama dalam hal kesetaraan akses energi bagi perempuan sangat penting untuk memajukan perempuan, utamanya di wilayah pedesaan, khususnya dalam mengatasi tantangan yang dihadapi dalam transisi energi.

“Transisi energi merupakan sebuah isu global, khususnya bagi mereka yang tinggal di pedesaan. Dengan angka sekitar 3,9 miliar orang tinggal di pedesaan, yang mana separuhnya adalah perempuan, pemerintah dari berbagai negara selalu berusaha membuat kebijakan yang terbaik untuk mendorong proses transformasi, dari energi tak terbarukan dan kotor, menjadi energi terbarukan dan bersih. Begitu juga di Indonesia, sekitar 43 persen perempuan dan anak tinggal di pedesaan, dan negara kita menghadapi tantangan menghadapi bauran energi menjadi 23 persen pada tahun 2025,” ungkap Lenny.

Lenny mengatakan, diskusi pada pertemuan ini akan bermanfaat untuk masukan kebijakan yang diharapkan dapat mengatasi isu-isu di tingkat daerah hingga global. Ia berharap jejaring konsultasi antara pemerintah maupun lembaga terkait di Indonesia dan negara lain, bisa terus berlanjut agar dapat selalu berkontribusi dalam membangun kebijakan energi yang lebih responsif gender di negaranya masing-masing.

Dian Siswarini, Co-Chair W20 Indonesia mengatakan bahwa W20 akan merujuk pada hal-hal yang dihasilkan dari pertemuan hari ini untuk mengembangkan ‘Pernyataan Bersama W20’, khususnya untuk membangun para perempuan di pedesaan. “Kami berterimakasih kepada KemenPPPA yang menginisiasi Side Event ini, dan kami akan bekerjasama dengan semua stakeholder terkait untuk memastikan semua hasil yang dicapai dari Side Event ini akan digunakan sebagai masukan dalam penyusunan ‘Pernyataan Bersama W20’,” ujarnya.

 

BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK

website : www.kemenpppa.go.id